
TUGUJOGJA — Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta akhirnya merilis data resmi terkait inflasi Juli 2025. BPS mencatat sejumlah kenaikan harga hingga mengakibatkan inflasi di wilayah ini.
BPS mencatat inflasi month-to-month (m-to-m) DIY pada Juli 2025 sebesar 0,05 persen, dan inflasi year-to-date (y-to-d) sebesar 1,84 persen. Jika dibandingkan dengan Juli 2024, inflasi y-on-y meningkat dari 2,16 persen menjadi 2,60 persen. Ini menunjukkan tekanan harga yang semakin terasa dari waktu ke waktu.
Plt. Kepala BPS DIY, Ir. Herum Fajarwati, M.M., mengumumkan bahwa pada bulan tersebut, DIY mengalami inflasi year-on-year (y-on-y) sebesar 2,60 persen. Masyarakat langsung merasakan dampaknya, terutama di sektor konsumsi rumah tangga, perawatan pribadi, dan bahan makanan.
BPS mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) DIY mencapai 108,57, meningkat dari 105,82 pada Juli 2024. Kabupaten Gunungkidul menanggung inflasi y-on-y tertinggi, yakni 2,66 persen, disusul Kota Yogyakarta dengan 2,54 persen.
“Lonjakan ini menyelimuti berbagai lini pengeluaran, dari kebutuhan pangan hingga jasa kesehatan,” ujar dia, Jumat (1/8/2025).
Herum menyebutkan bahwa kelompok pengeluaran “Makanan, Minuman, dan Tembakau” menyumbang inflasi paling besar, yakni 1,10 persen.
Harga komoditas seperti kopi bubuk, beras, tomat, bawang merah, kelapa, hingga sigaret kretek mesin melambung tinggi. Bahkan, tempe yang selama ini jadi pangan rakyat jelata, ikut menyumbang inflasi sebesar 0,04 persen.
Namun yang paling mencolok, kata Herum, datang dari kelompok “Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya.” Kelompok ini mengalami inflasi mencengangkan sebesar 11,19 persen, dengan andil 0,69 persen terhadap total inflasi. Emas perhiasan mencuat sebagai penyumbang terbesar, diikuti sabun mandi cair, bedak, hingga pasta gigi.
“Kenaikan ini menunjukkan bahwa bukan hanya perut, tetapi penampilan juga jadi beban,” ujar Herum.
Sektor Transportasi dan Pendidikan Ikut Menyumbang Inflasi
Kelompok “Transportasi” ikut menyumbang inflasi sebesar 0,12 persen, terutama karena naiknya harga sepeda motor dan mobil. “Harga bensin memang turun, tetapi belum cukup menahan laju kenaikan harga kendaraan,” jelas Herum.
Sementara itu, kelompok “Pendidikan” naik 1,10 persen, dengan kontribusi 0,07 persen terhadap inflasi. Uang sekolah SD, SMP, serta tarif bimbingan belajar mengalami lonjakan yang memberatkan orang tua siswa menjelang tahun ajaran baru.
Di tengah gelombang kenaikan harga, hanya satu kelompok pengeluaran yang justru mengalami deflasi, yakni “Informasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan.” Kelompok ini turun 0,11 persen, disumbang oleh penurunan harga telepon selular.
Herum Fajarwati mengingatkan bahwa kondisi ini harus menjadi alarm bagi masyarakat dan pemerintah daerah.
“Kita perlu memperhatikan pola konsumsi dan meningkatkan efisiensi pengeluaran rumah tangga. Pemerintah juga harus memperkuat pengendalian harga, terutama di sektor pangan dan layanan dasar,” ujarnya penuh penekanan.
Ia menambahkan bahwa beberapa komoditas yang menyumbang inflasi bulan ini seperti bawang merah, tomat, dan cabai rawit sangat dipengaruhi oleh cuaca dan distribusi.
“Jika kita tidak antisipasi, harga bisa makin tak terkendali pada bulan berikutnya,” tandas Herum.