
TUGUJOGJA – BMKG menjelaskan penyebab cuaca dingin di wilayah DIY dan Indonesia selama Juli hingga Agustus 2025. Fenomena ini normal terjadi di musim kemarau dan bukan disebabkan oleh aphelion.
Cuaca dingin yang terasa menggigit di sejumlah wilayah Indonesia, termasuk Daerah Istimewa Yogyakarta, selama awal Juli 2025 menjadi sorotan publik.
Suhu yang menurun secara drastis ini menimbulkan beragam respons, mulai dari kekhawatiran warga hingga munculnya asumsi bahwa fenomena tersebut berkaitan dengan peristiwa astronomi seperti aphelion.
Namun, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kondisi suhu dingin yang terjadi saat ini merupakan hal yang wajar di musim kemarau.
Kepala Kelompok Teknisi BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap, Teguh Wardoyo, menjelaskan bahwa suhu udara minimum mengalami penurunan di sejumlah wilayah, termasuk Cilacap dan Yogyakarta.
Penurunan suhu ini belum melampaui rekor terendah sepanjang sejarah pengamatan di wilayah tersebut. Sebagai catatan, suhu terendah di Cilacap selama 45 tahun terakhir terjadi pada 14 Agustus 1994, yakni sebesar 17,4 derajat Celcius.
Fenomena suhu dingin ini diperkirakan akan terus berlangsung hingga puncak musim kemarau pada Agustus 2025.
Hal ini sejalan dengan prakiraan dari Stasiun Klimatologi Semarang yang menyebutkan bahwa suhu minimum pada malam hingga pagi hari akan terus menurun.
Penyebab utama dari cuaca dingin ini bukanlah aphelion, melainkan pergerakan massa udara dingin dan kering dari Australia ke Asia melalui Indonesia.
Fenomena ini dikenal sebagai monsun dingin Australia. Hal ini terjadi akibat perbedaan tekanan udara antara kedua wilayah, di mana tekanan udara tinggi di Australia (sekitar 1.026 milibar) mengalir ke tekanan rendah di Asia (sekitar 1.000 milibar).
BMKG juga mencatat bahwa suhu minimum terdingin di Indonesia selama periode 1 hingga 8 Juli 2025 tercatat di wilayah dataran tinggi. Misalnya, di Silangit, Sumatera Utara, suhu mencapai 15 derajat Celcius selama beberapa hari.
Di Enarotali, Papua Tengah, suhu bahkan turun hingga 13 derajat Celcius, dan di Frans Sales Lega, Nusa Tenggara Timur, tercatat 11 derajat Celcius pada 7 Juli 2025.
Di wilayah Yogyakarta, suhu udara juga mengalami penurunan signifikan. Beberapa warganet melaporkan suhu di kawasan Sleman utara sempat mencapai 19 derajat Celcius pada pagi hari.
BMKG Jogja menegaskan bahwa ini merupakan hal yang lazim dan bukanlah anomali yang perlu dikhawatirkan.
Mengapa suhu dingin terjadi secara luas? BMKG menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang memengaruhinya:
- Musim kemarau yang disertai dominasi angin dari Australia yang kering dan dingin.
- Langit cerah saat malam hari mempercepat pelepasan panas dari permukaan bumi.
- Hujan ringan yang masih terjadi di beberapa wilayah membawa massa udara dingin dari awan ke permukaan.
Terkait kabar yang beredar mengenai aphelion, BMKG meluruskan bahwa meskipun fenomena aphelion memang terjadi pada awal Juli setiap tahun, dampaknya terhadap suhu di Bumi sangat kecil dan tidak menyebabkan penurunan suhu ekstrem di Indonesia.
BMKG mengimbau masyarakat agar tetap tenang dan tidak panik. Suhu dingin diperkirakan berlangsung hingga bulan September 2025.
Masyarakat juga diminta untuk waspada terhadap potensi cuaca ekstrem lainnya seperti hujan deras, angin kencang, dan gelombang tinggi.
Sebagai langkah antisipasi, masyarakat diharapkan:
- Tidak langsung percaya pada informasi viral tanpa sumber resmi;
- Membagikan informasi yang telah terverifikasi;
- Selalu memantau perkembangan cuaca melalui kanal resmi BMKG seperti situs web, media sosial (@infobmkg), dan aplikasi InfoBMKG.
Kesimpulannya, fenomena suhu dingin yang terjadi pada Juli 2025 adalah hal yang normal dalam siklus tahunan musim kemarau.
Tidak ada indikasi bahwa peristiwa ini merupakan pertanda bencana atau sesuatu yang luar biasa. Tetap tenang, tetap waspada, dan ikuti informasi resmi untuk menghadapi musim kemarau ini dengan bijak.
***