
TUGUJOGJA – Kota Yogyakarta hingga kini baru mampu mengelola sekitar 50 persen dari total sampah organik harian akibat keterbatasan lahan. Mereka terpaksa harus bekerjasama dengan pihak lain.
Wakil Wali Kota Yogyakarta Wawan Harmawan mengungkapkan kondisi ini saat menghadiri Dialog Nasional Operasionalisasi Teknologi Pengolahan Sampah Organik dengan Skema Pembiayaan Nilai Ekonomi Karbon (NEK), Selasa (27/5/2025), di Gedung Science Theater Taman Pintar.
“Kami hanya mampu mengelola sekitar 150 ton dari total 250 hingga 300 ton sampah per hari. Ini karena Kota Yogyakarta tidak memiliki lahan cukup untuk pengolahan dalam kapasitas besar,” jelas Wawan.
Pemerintah Kota Yogyakarta telah menjalin kerja sama dengan Kabupaten Bantul melalui Intermediate Treatment Facility (ITF) Bawuran sebagai salah satu solusi. Meski demikian, kapasitas tersebut belum mencukupi untuk mengatasi seluruh volume sampah organik setiap harinya.
Wawan menegaskan bahwa hampir 60 persen dari total sampah di Kota Yogyakarta merupakan sampah organik. Tanpa penanganan yang tepat, sampah organik akan membusuk, menimbulkan bau, dan mencemari lingkungan.
Oleh karena itu, Pemkot Yogyakarta mendorong peningkatan infrastruktur seperti Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R) dan unit pengolahan organik.
“Kami terus berupaya memperluas kemitraan dengan pihak ketiga, termasuk sektor swasta, untuk membangun sistem pengelolaan sampah yang lebih masif dan komprehensif,” lanjutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Country Manager Yayasan International Council on Local Environmental Initiatives (ICLEI) Indonesia, Arif Wibowo, menyebut bahwa pengelolaan sampah merupakan isu strategis nasional harus melalui penerapan teknologi dan tata kelola modern.
“Kita perlu memahami potensi nilai ekonomi karbon yang bisa dimanfaatkan, agar bisa menarik investasi hijau dan mendukung penurunan emisi gas rumah kaca,” ujar Arif.
Arif menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor guna memperkuat kelembagaan dan pembiayaan pengelolaan sampah dengan skema NEK. Ia menilai Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon menjadi landasan kuat untuk mendorong transformasi pengelolaan sampah berkelanjutan di Indonesia. (ef linangkung)