
TUGUJOGJA- Di tengah dinamika ekonomi global yang semakin kompleks, Pemerintah Daerah (Pemda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menunjukkan keseriusannya dalam membangun kemandirian finansial para aparatur sipil negara (ASN).
Tak sekadar menggugah semangat, Pemda DIY kini aktif mendorong ASN menjadi investor cerdas dalam pasar modal.
Pembukaan Seminar
Langkah tersebut bukan tanpa alasan. Selain menjadi bagian dari gerakan inklusi keuangan, ajakan ini juga merupakan bentuk perhatian terhadap pentingnya literasi finansial di kalangan birokrasi — kelompok yang memiliki potensi besar sebagai investor ritel.
“ASN memiliki pendapatan yang stabil dan dana pensiun yang bisa dioptimalkan untuk investasi. Tapi investasi tidak bisa asal-asalan, perlu pemahaman tentang keamanan dan legalitas,” ujar Sekretaris Daerah DIY, Beny Suharsono.
Ia menyampaikan hal itu saat membuka seminar bertajuk “ASN DIY Cerdas Investasi: Wujudkan Kemandirian Finansial Melalui Pasar Modal”. Seminar berlangsung di Gedung Biro Umum, Kompleks Kepatihan Yogyakarta.
Seminar ini menjadi kolaborasi antara Biro Perekonomian dan Sumber Daya Alam Setda DIY, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bursa Efek Indonesia (BEI), serta sejumlah perusahaan sekuritas. Suasananya penuh antusias, menandai bahwa minat ASN terhadap investasi mulai tumbuh.
Lebih dari sekadar seminar, kegiatan ini menjadi ruang dialog antara regulator dan pelaku pasar modal dengan birokrat, yang selama ini cenderung berada di sisi pengguna kebijakan ketimbang pelaku ekonomi.
Misi Penting Seminar
Di sinilah misi penting seminar terwujud, membangun budaya keuangan yang sehat di lingkungan pemerintahan.
Menurut Beny, pasar modal Indonesia kini berada di bawah pengawasan ketat lembaga kredibel seperti OJK dan BEI, yang memberikan jaminan regulatif terhadap investor pemula.
“Yang penting, ASN harus masuk lewat saluran yang sah dan menghindari tawaran-tawaran investasi bodong yang marak beredar,” tegasnya.
Sebagai keynote speaker, Dinavia Tri Riandari dari OJK DIY, menegaskan bahwa investasi tidak bisa dipisahkan dari literasi.
“Akses tanpa pengetahuan itu berisiko, sebaliknya pengetahuan tanpa akses akan percuma,” ucapnya.
Ia menyampaikan bahwa pada 2025, Indeks Literasi Keuangan Indonesia telah mencapai 66,46%, dengan tingkat inklusi keuangan sebesar 80,51%.
Namun, angka ini masih perlu dibarengi dengan kemampuan masyarakat memahami risiko dan memilih platform investasi yang aman.
Ia juga mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap tawaran investasi yang menjanjikan keuntungan besar dalam waktu singkat.
“Jangan tertipu iming-iming. Legal, logis, dan sesuai profil risiko — itu kuncinya,” ujar Dinavia.
Kepala Biro Perekonomian dan SDA Setda DIY, Eling Priswanto turut hadir dalam pembukaan seminar. Ia menyampaikan harapannya agar kegiatan serupa menjadi program berkelanjutan.
Sementara itu, para narasumber dari sektor industri pasar modal seperti Wahyu Sukohartanto (PT. OSO Sekuritas) dan Irfan Noor Riza (Kantor Perwakilan BEI Yogyakarta) turut memberikan wawasan teknis kepada peserta mengenai instrumen investasi dan cara memulai.
Melalui seminar ini, Pemda DIY memberi pesan yang jelas. ASN bukan sekadar pelayan publik, melainkan juga aktor penting dalam pembangunan ekonomi nasional — mulai dari diri sendiri, lewat investasi yang cerdas dan bertanggung jawab. (ef linangkung)