
TUGUJOGJA – Pemerintah Kota Yogyakarta menyambut dengan bangga pelaksanaan International Jogja Field School kedua. Ini merupakan gagasan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM).
Program ini secara khusus mengangkat tema sumbu filosofis Yogya dan landmark bersejarah yang menyimpan warisan budaya tak ternilai.
Pentingnya International Jogja Field School
Wakil Wali Kota Yogyakarta, Wawan Harmawan, menegaskan International Jogja Field School memiliki arti penting bagi Kota Yogya dan komunitas pelestari warisan dunia. Ia menilai kegiatan ini bukan sekadar agenda akademik, tetapi juga forum pembelajaran global untuk merawat jati diri bangsa.
“Program ini menjadi forum pembelajaran bersama untuk memahami dan merawat warisan budaya yang memiliki nilai universal dan menguatkan identitas lokal kita,” ujar Wawan di Ruang Bima, Senin (14/7/2025).
Wawan menyampaikan empat lokasi studi kasus yang dipilih panitia tepat sasaran. Ngupasan, Kadipaten, Panembahan, dan Patehan, menurutnya, menyimpan peran penting dalam menjaga denyut budaya dan kehidupan urban di Yogya. Keempat kampung ini berada di zona penyangga Sumbu Filosofis yang merupakan kawasan strategis Kota Yogya.
“Di sana ada berbagai atribut budaya seperti Tamansari, Masjid Gedhe, kawasan Kraton, hingga situs penting lain yang menjadi fondasi kebudayaan kita,” ungkap Wawan.
Wawan berharap para peserta dan fasilitator mampu melahirkan gagasan segar, metode konservasi aplikatif, serta pendekatan manajemen kawasan yang inklusif dan berkelanjutan.
Ia menekankan kegiatan ini akan membangun kesadaran kolektif masyarakat dan akademisi untuk melestarikan Yogya sebagai kota budaya dunia.
Waktu dan Peserta
Ketua Penyelenggara, Dr Dwita Hadi Rahmi, menjelaskan program ini akan berlangsung pada 14-18 Juli 2025. Peserta yang terlibat adalah mahasiswa dari berbagai universitas baik di dalam maupun luar negeri.
“Kami menghadirkan mahasiswa dari Jepang, Taiwan, Filipina, dan Indonesia,” kata Dwita dengan penuh semangat.
Ia menekankan interaksi lintas budaya ini akan memperkaya perspektif konservasi kawasan warisan dunia Yogya.
Selama empat hari, para peserta akan mendalami berbagai materi penting. Mereka akan belajar tentang pengelolaan zona penyangga situs warisan dunia Yogyakarta.
Selain itu, mereka juga belajar strategi penguatan organisasi lokal dalam merawat keberagaman serta harmoni di kawasan bersejarah tersebut.
“Kami juga akan melakukan studi lapangan di Kampung Njeron Beteng, Ndalem Suratin, Kampung Pecinan Ketandan, dan Jogja Nasional Museum,” ujar Dwita. (ef linangkung)