
TUGUJOGJA — Isak tangis menyelimuti Gedung Olahraga Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Jumat pagi, saat ijazah milik almarhum Muhammad Iqbal diserahkan secara simbolis oleh Rektor UNY, Prof. Sumaryanto, kepada kakaknya, Erwin Cahyono.
Momen itu menjadi potret pilu perjuangan seorang mahasiswa yang tak sempat menginjak panggung wisuda, namun berhasil mengukir prestasi dengan semangat yang tak pernah padam.
Sosok Iqbal
Iqbal, mahasiswa Program Studi S1 Pendidikan Teknik Boga Fakultas Teknik UNY, menghembuskan napas terakhir pada 31 Januari 2025 di RS Kanker Dharmais, Jakarta. Ia wafat setelah berjuang gigih melawan tumor otak, hanya dua bulan sebelum upacara wisuda yang selama ini ia impikan.
Lahir di tengah keterbatasan, Iqbal tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan mandiri. Sejak usia lima tahun, ia sudah yatim piatu. Namun, keadaan itu tak mematahkan tekadnya. Berkat Beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK), Iqbal melanjutkan pendidikan ke UNY, memilih jurusan yang sesuai dengan passion-nya di bidang tata boga.
“Dia memang suka memasak sejak kecil. Waktu sekolah di SMKN 4 Jambi, dia sudah bercita-cita ingin kuliah di bidang itu,” ujar sang kakak, Sa’diyah, mengenang.
Keputusan Iqbal memilih UNY juga didorong oleh keberadaan sang kakak di Yogyakarta, yang turut membantunya masuk ke kampus tersebut.
Iqbal mengawali perjalanannya di UNY lewat Program D3 Tata Boga. Ia tidak hanya menyelesaikannya dengan baik, tetapi juga sempat magang dan bekerja di Jepang selama lebih dari satu tahun.
Di negeri Sakura itulah, kesempatan emas datang. Melalui jalur Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL), ia mendapat tawaran melanjutkan studi ke jenjang sarjana.
“Iqbal sangat antusias ketika kami tawarkan program RPL. Dia tahu ini peluang besar untuk melanjutkan impiannya,” ujar Tri Sugianto, tenaga kependidikan di Fakultas Teknik UNY.
Namun takdir berkata lain. Menjelang penyelesaian skripsinya, Iqbal didiagnosis menderita tumor otak ganas. Kondisinya memburuk, namun ia tetap berjuang untuk menyelesaikan kuliah.
Kisah Haru Iqbal Mahasiswa FT UNY
Sang dosen pembimbing, Dr. Nani Ratnaningsih, memberikan dukungan penuh. Ia mengizinkan Iqbal mengikuti ujian skripsi secara daring dari ruang rawat RS Dharmais.
“Iqbal adalah mahasiswa yang luar biasa. Cerdas, tekun, dan rendah hati. Kami semua merasa kehilangan yang sangat dalam,” ungkap Nani, tak mampu menyembunyikan kesedihan.
Pada 25 Maret 2025, Iqbal resmi dinyatakan lulus dengan IPK 3,61. Namun, tubuhnya yang melemah tak mampu bertahan lebih lama.
Momen penyerahan ijazah pada wisuda UNY menjadi simbol haru yang menggetarkan hati. Sang kakak, Erwin Cahyono, berdiri di atas panggung dengan mata berkaca-kaca menerima ijazah adik bungsunya.
“Sejak kecil, Iqbal sudah berjuang sendirian. Tapi dia selalu percaya bahwa pendidikan bisa mengubah nasib. Kami sangat bangga padanya,” ujar Erwin dengan suara bergetar.
Iqbal sempat menyampaikan impiannya membuka toko roti sendiri dan melanjutkan studi S2 di UNY. Namun, semua pupus karena ganasnya penyakit yang menggerogoti tubuhnya.
Meski tak sempat merayakan kelulusan secara langsung, kisah hidup Iqbal meninggalkan jejak yang mendalam. Ia adalah simbol perjuangan anak bangsa yang tak menyerah pada keadaan.
Kisah Iqbal, mahasiswa inspiratif dari Jambi, menjadi pengingat bahwa pendidikan adalah hak semua orang, dan semangat untuk belajar bisa menjadi cahaya di tengah gelapnya tantangan hidup.
Selamat jalan, Iqbal. Semangatmu abadi dalam hati kami. Jejakmu menjadi inspirasi bagi generasi penerus Indonesia. (ef linangkung)