
TUGUJOGJA – Pondok Pesantren Ora Aji milik dai kondang Gus Miftah akhirnya angkat bicara terkait tuduhan pengeroyokan terhadap seorang santri bernama Kharisma Dimas Radea (23), warga Tabalong, Kalimantan Selatan. Yayasan menyebut bahwa insiden tersebut tidak seperti yang diberitakan secara dramatis di sejumlah media.
Peristiwa yang terjadi pada 15 Februari 2025 dan dilaporkan sehari kemudian itu kini memicu polemik publik. Namun, Penasehat Hukum Yayasan Ponpes Ora Aji, Adhi Susanto, secara tegas membantah adanya aksi penyiksaan atau penyetruman yang disebut kuasa hukum korban.
Klarifikasi Pesantren Ora Aji Milik Gus Miftah
“Kami atas nama Pondok Pesantren membantah keras tuduhan pengeroyokan. Tidak ada penyiksaan, tidak ada penyetruman. Ini murni interaksi sesama santri, tidak ada niat mencelakai,” tegas Adhi saat konferensi pers, Sabtu (31/5/2025).
Adhi menjelaskan bahwa peristiwa tersebut bermula dari dugaan pencurian di lingkungan pesantren. Dimas diduga menjual air galon milik usaha pondok selama enam hari tanpa seizin pengurus.
“Santri merasa kecewa karena kehilangan uang—ada yang Rp700 ribu, Rp100 ribu, bahkan ada yang hanya Rp20 ribu. Dimas mengakui perbuatannya. Spontanitas para santri kemudian muncul sebagai bentuk solidaritas internal, bukan kekerasan,” jelasnya.
Menurutnya, para santri hanya ingin memberikan pembelajaran dan rasa keprihatinan terhadap tindakan Dimas. Hal Itu merupakan ekspresi keprihatinan sesama santri:
‘Ini santri kok mencuri toh?’ Tapi bukan penganiayaan. Framing di luar terlalu dibesar-besarkan,” imbuhnya.
Pelaporan terhadap Dimas
Yayasan juga menegaskan bahwa peristiwa tersebut murni antar santri dan tidak melibatkan pengurus. Bahkan, mereka telah berupaya menjadi penengah melalui jalur mediasi.
“Kami sudah tawarkan bantuan pengobatan sebesar Rp20 juta. Tapi permintaan pihak keluarga korban sangat tidak masuk akal: minta kompensasi Rp2 miliar. Santri kami bukan orang kaya, mereka belajar di sini tanpa dipungut biaya,” papar Adhi.
Tak berhenti di situ, yayasan juga telah melaporkan balik Dimas atas dugaan pencurian. Salah satu pelapor adalah Febri Andriansyah, santri yang kehilangan uang Rp700 ribu.
“Kami resmi melaporkan Dimas ke Polresta Sleman pada 10 Maret 2025. Tidak benar kalau uang itu sudah dikembalikan,” tegas Adhi.
Soal kondisi korban, yayasan menegaskan Dimas masih dapat berkomunikasi dengan para santri dan dalam keadaan baik.
Ketua Tim Yayasan, Dwi Yudha Danu, menambahkan bahwa pihaknya tetap berkomitmen menyelesaikan persoalan ini melalui jalur damai.pihaknya tterus membuka ruang mediasi.
“Kami ingin menyelesaikan ini secara persuasif dan kekeluargaan,” kata Dwi
Dengan tegas, Yayasan Ora Aji menolak tuduhan penyiksaan dan menegaskan bahwa peristiwa ini telah dimanipulasi dan dijadikan komoditas opini. Mereka berharap publik dapat melihat persoalan ini secara objektif dan adil. (ef linangkung)