
TUGUJOGJA – Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) terus menancapkan pijakan kuat dalam membangun kemandirian pangan daerah.
Pada Rakor Pengendalian Pembangunan Daerah (Rakordal) Triwulan II Tahun 2025 yang berlangsung di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menegaskan bahwa ketahanan pangan harus menjadi pondasi utama pembangunan. Ia menggulirkan konsep transformasi pangan berbasis budaya lokal: Lumbung Mataraman.
Dalam kesempatan itu, Menteri Pertanian Republik Indonesia, Andi Amran Sulaiman, memuji kinerja Pemda DIY yang ia nilai sebagai salah satu provinsi dengan kontribusi paling nyata terhadap sektor pangan nasional.
Transformasi Ketahanan Pangan
Ia menyebut bahwa DIY telah menunjukkan prestasi dengan meningkatkan ketersediaan pangan dan menyumbang lebih dari 14% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) daerah, yakni angka yang melampaui rata-rata nasional.
“Jogja termasuk provinsi dengan ketahanan pangan yang baik. Ketersediaannya meningkat, kontribusi sektor pangan terhadap PDB sangat signifikan. Inilah bukti kerja konkret, bukan sekadar laporan,” tegas Menteri Andi Amran.
Ia juga memuji pelaksanaan Rakordal sebagai alat refleksi yang berharga. Menurutnya, rapat evaluasi triwulan ini mampu memotret pertumbuhan ekonomi dari berbagai sektor, sekaligus menjadi pijakan untuk memperkuat arah pembangunan ke depan.
“Saya sangat apresiasi Rakordal ini. Evaluasi berkala seperti ini semestinya menjadi praktik wajib di seluruh daerah,” katanya.
Sri Sultan HB X mengingatkan bahwa dunia sedang menghadapi ancaman krisis pangan global. Ia menyebut bahwa pada tahun 2050, jumlah penduduk dunia kira-kira mencapai 9,6 miliar jiwa, dengan laju urbanisasi yang menggerus lahan pertanian dan sumber daya alam secara drastis.
“Kita menghadapi tekanan luar biasa. Migrasi ke kota meningkat, lahan menyempit, sementara kebutuhan pangan melonjak. Maka, transformasi pangan berbasis lokal adalah jawabannya,” tegas Sri Sultan.
Ia lalu mengangkat konsep Lumbung Mataraman sebagai solusi konkret. Konsep ini tak hanya sebatas bangunan fisik, melainkan sistem pertanian dan peternakan berbasis rumah tangga dan komunitas lokal.
Filosofinya sederhana tapi mendalam: Nandur Opo Sing Dipangan, Mangan Opo Sing Ditandur, menanam apa yang dimakan, makan apa yang ditanam.
“Ini bukan sekadar upaya swasembada, melainkan langkah menuju kedaulatan pangan. Kita membangun ketahanan dari bawah, dari masyarakat, dari budaya,” ungkap Sri Sultan, penuh keyakinan.
Tantangan Kompleks, Solusi Holistik
Rakordal kali ini mengangkat tema Penguatan Ketahanan Pangan DIY melalui Transformasi dan Optimalisasi Lumbung Mataraman, sejalan dengan Rencana Pangan Nasional 2025–2029.
DIY menghadapi beragam tantangan: minimnya diversifikasi pangan bergizi, tingginya food loss, ancaman alih fungsi lahan, rendahnya regenerasi petani muda, serta lemahnya kelembagaan pertanian.
Sebagai respons, Pemda DIY mulai mendorong pembangunan Lumbung Mataraman di tingkat kalurahan dan kelurahan. Program ini mengintegrasikan komoditas unggulan DIY seperti padi, jagung, hortikultura, perikanan, dan peternakan dalam satu sistem berbasis komunitas.
Sri Sultan juga meminta para pemenang Lomba Kalurahan dan Kelurahan DIY 2025 agar menjadi pelopor transformasi pangan lokal. Ia berharap mereka dapat menurunkan angka stunting dan mengentaskan kemiskinan secara langsung dari akar rumput.
“Saya ingin para juara ini memimpin perubahan. Ketahanan pangan dimulai dari desa, bukan dari gedung-gedung besar,” katanya. (ef linangkung)