
TUGUJOGJA – Contoh jawaban terbaik untuk cerita reflektif Modul 2 PSE PPG 2025. Pelajari bagaimana guru bisa merancang pembelajaran yang mencerminkan nilai empati, mindfulness, compassion, dan critical inquiry dalam kelas.
Menjadi Teladan: Lebih dari Sekadar Peran Formal
Dalam dunia pendidikan, guru bukan hanya sebagai pengajar, tetapi juga figur penting yang menjadi panutan.
Dalam Modul 2 Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) PPG 2025, guru diajak untuk lebih memahami peran ini melalui pendekatan berbasis empati, kesadaran penuh (mindfulness), kasih sayang (compassion), dan berpikir kritis (critical inquiry).
Konsep ini tidak hanya menjadi teori, tetapi perlu diimplementasikan dalam bentuk nyata di dalam ruang kelas.
Kisah di Balik Ruang Kelas: Ketika Guru Harus Mendengarkan Lebih Dalam
Pengalaman mengajar saya di mata pelajaran Pendidikan Pancasila membawa saya pada satu pemahaman penting: pembelajaran tidak akan bermakna jika hanya bersifat satu arah dan kognitif.
Pada suatu sesi diskusi kelas, seorang siswa tampak tidak terlibat, menunjukkan sikap acuh. Namun daripada langsung menegur, saya memilih mendekatinya secara pribadi.
Kami berbincang tanpa tekanan. Di sinilah saya memahami pentingnya mendengarkan tanpa menghakimi. Rupanya, ia tengah menghadapi konflik dalam keluarganya yang cukup menguras emosi. Ini menjadi titik balik bagi saya untuk menerapkan compassion dan mindfulness dalam berinteraksi dengan siswa.
Merancang Pembelajaran Sosial Emosional yang Relevan dan Bermakna
Setelah kejadian itu, saya menyusun ulang strategi pembelajaran saya. Fokusnya bukan lagi sekadar transfer pengetahuan, tetapi juga pembentukan karakter. Saya mengangkat tema pembelajaran “Nilai-Nilai Kemanusiaan dalam Kehidupan Sehari-hari”.
Pembelajaran kami dimulai dengan sesi refleksi singkat, di mana siswa diajak mengekspresikan perasaan mereka secara terbuka. Selanjutnya, kami menyaksikan video dokumenter mengenai kondisi anak-anak terdampak bencana alam. Momen ini memunculkan berbagai reaksi emosional yang menjadi bahan diskusi kelompok.
Topik yang dibahas kemudian berkembang menjadi diskusi yang lebih luas: apa peran masyarakat dan negara dalam menciptakan keadilan sosial? Murid-murid bukan hanya belajar tentang sila kedua Pancasila, tetapi juga belajar mengasah empati dan berpikir kritis terhadap realitas sosial di sekitar mereka.
Dampak Langsung di Kelas
Yang membuat saya terharu, beberapa siswa secara sukarela menulis surat dukungan kepada anak-anak korban bencana. Bukan karena tugas, tapi karena dorongan hati. Sebuah bukti bahwa pendekatan sosial emosional mulai membentuk karakter mereka.
Saya menyadari bahwa nilai-nilai seperti empati dan kasih sayang tidak bisa ditanamkan hanya lewat ceramah. Mereka tumbuh melalui pengalaman dan keteladanan.
Guru Sebagai Cerminan Nilai-Nilai yang Diajarkan
Peran sebagai guru menuntut saya untuk tidak hanya memahami teori pembelajaran sosial emosional, tetapi juga mewujudkannya secara konsisten. Sikap saya, reaksi saya terhadap situasi, hingga cara saya memperlakukan siswa menjadi contoh langsung yang diamati dan ditiru.
Menjadi teladan berarti hadir secara penuh, menjadi pribadi yang peduli, dan terbuka terhadap dinamika emosi yang ada di kelas.
Melalui pendekatan sosial emosional, saya belajar bahwa pendidikan sejati tidak hanya mencetak murid yang cerdas secara akademik, tetapi juga yang matang secara emosional dan sosial.
Dalam konteks PPG 2025, penerapan nilai Empathy, Mindfulness, Compassion, dan Critical Inquiry bukanlah sekadar konsep, tetapi fondasi untuk membangun generasi berkarakter.***