
TUGUJOGJA – Di tengah era keterbukaan informasi yang kian menjadi kebutuhan publik, Kabupaten Gunungkidul masih menghadapi tantangan besar.
Dari 51 Organisasi Perangkat Daerah (OPD), hanya tiga yang berhasil meraih predikat informatif. Sementara itu, sisanya masih berjuang memperbaiki tata kelola informasi publik yang menjadi hak dasar warga negara.
Kondisi ini terungkap dalam Rapat Koordinasi Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kabupaten Gunungkidul yang berlangsung pada Jumat (16/5/2025).
Rapat adalah Ajang Refleksi
Mengusung tema Penguatan Layanan Keterbukaan Informasi Publik Menuju Asesmen KID yang Berkualitas, rapat ini menjadi ajang refleksi sekaligus pemacu semangat perbaikan.
Mewakili Bupati Gunungkidul, Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Edi Praptono, mengingatkan kembali bahwa keterbukaan informasi bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan sebuah pilar demokrasi.
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008, pihaknya berkewajiban menyampaikan informasi secara terbuka, jujur, dan bertanggung jawab.
“Keterbukaan informasi Publik memang amanah undang-undang,”tegasnya dalam sambutan.
Komitmen itu, kata Edi, telah diterjemahkan ke dalam regulasi daerah melalui Perda Gunungkidul Nomor 11 Tahun 2019 dan Perbup Nomor 54 Tahun 2019. Namun, ia mengakui implementasinya masih jauh dari ideal.
OPD Gunungkidul yang Informatif
Hasil monitoring dan evaluasi (monev) pada 2024 menunjukkan kenyataan yang menggelitik. Hanya 3 OPD yang masuk kategori informatif, 14 OPD menuju informatif, 23 cukup informatif, 10 kurang informatif, dan 1 OPD tergolong tidak informatif.
Tak hanya itu, dari evaluasi 30 kalurahan, belum ada satu pun yang berhasil menyandang status informatif. Sebanyak 9 kalurahan bahkan masih berada di kategori tidak informatif.
“Ini bukan sekadar angka. Ini cermin kepatuhan kita terhadap Undang-Undang KIP. Monev adalah alat ukur sekaligus pengingat,” ujar Edi.
Tahun 2025, evaluasi akan diperluas mencakup 122 badan publik, termasuk 32 OPD, 18 Kapanewon, dan 72 Kalurahan. Proses inventarisasi Daftar Informasi Publik (DIP) dan Daftar Informasi yang Dikecualikan (DIK) pun tengah berlangsung.
Harapan dan Pembenahan
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Gunungkidul, Setiyo Hartato, menyebut bahwa perbaikan tidak bisa instan. Butuh proses, kesadaran, dan komitmen dari tiap unit kerja.
“Pelan tapi pasti. Yang penting tiap OPD mulai membenahi diri sesuai kemampuannya. Inventarisasi data jadi langkah awal agar tata kelola informasi bisa lebih jelas dan terarah,” jelas Setiyo.
Ketua Komisi Informasi Daerah (KID) DIY, Erniati, menegaskan bahwa capaian monev sebaiknya tidak disikapi dengan pesimisme. Baginya, tujuan utama keterbukaan informasi bukan sekadar peringkat, melainkan kemanfaatan nyata bagi masyarakat.
“Jangan berkecil hati. Layanan informasi publik harus memberi nilai tambah, bukan hanya kepada masyarakat umum tapi juga bagi pemohon informasi secara individu,” tuturnya.
Meski masih jauh dari sempurna, upaya Pemerintah Kabupaten Gunungkidul menjadi sinyal positif. Keterbukaan informasi tidak hanya menuntut regulasi, tetapi juga perubahan budaya kerja di lingkungan birokrasi.
Jika pengelolaan sungguh-sungguh, keterbukaan bukan saja akan memperkuat legitimasi pemerintahan, tetapi juga membangun kepercayaan publik dalam jangka panjang. (ef linangkung)