TUGU JOGJA – Sebagai media digital yang berpijak pada nilai-nilai budaya Jawa, Kabar Jawa kembali menegaskan komitmennya dalam merawat warisan lokal melalui gelaran Kulonuwun Jogja: Srawung Guyup Gawe Cerita yang berlangsung di Yogyakarta pada Rabu, 21 Mei 2025.
Kegiatan ini menjadi ruang interaksi yang mempertemukan berbagai tokoh dari beragam latar belakang dalam membahas masa depan media digital, budaya, dan peran teknologi terutama kecerdasan buatan dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Acara ini menghadirkan sejumlah tokoh penting, antara lain Kiai Haji Sigit Hidayat Nuri selaku Ketua AMSI DIY, Agung Purwandono yang dikenal sebagai Festival Director sekaligus penggiat jejaring seni, serta Bambang Paningron Astiaji, Co-Founder & Chief Marketing Officer Biotika Erie Kuncoro, yang juga merupakan seniman dengan gagasan progresif.
Selain itu, turut hadir aktivis budaya dan komunitas alternatif Yani Ambar Polah, pelatih dan penggerak komunitas Fransisca Diwati, serta Upi Asmaradhana selaku pendiri Kabar Group Indonesia.
Upi Asmaradhana dalam kesempatan tersebut menekankan pentingnya peran media dalam menciptakan lingkungan informasi yang sehat bagi masyarakat.
Ia menyampaikan bahwa, “Salah satu cara kita berkontribusi bagi negeri ini adalah bagaimana kita melahirkan media yang informatif tapi berkualitas,” ujarnya. Ia melanjutkan dengan mengatakan, “Membangun ekosistem yang sehat hingga kemudian masyarakat menerima informasi yang juga bermanfaat buat kita semua.”
Ucapan tersebut sejalan dengan semangat yang diusung oleh Kabar Jawa, bagian dari PT Kabar Group Indonesia. Sebagai media digital, Kabar Jawa tidak hanya menyajikan berita terkini dari wilayah Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur, tetapi juga mengangkat kekayaan budaya, sejarah, dan tradisi yang menjadi identitas masyarakat Jawa.
Dengan slogan “Kabar Jawa: Mewarnai Dunia”, media ini menghadirkan narasi inspiratif dan relevan yang menjembatani nilai-nilai lokal dengan konteks global.
Dalam kegiatan ini, Bambang Paningron Astiaji juga menyampaikan pandangan menarik mengenai cara memperkenalkan budaya Jawa kepada generasi muda.
Ia mengatakan, “Kabar Jawa tidak harus membahas deep tentang Jawa yang njlimet, cukup sampaikan dulu yang memang menjadi keseharian kita atau keseharian gen Z dan Alpha, hanya ditulis dengan POV dari budaya Jawa. Sehingga gen Z dan Alpha bisa mulai penasaran dan tertarik dengan budaya Jawa.”
Pernyataan tersebut menggambarkan strategi Kabar Jawa yang ingin mendekatkan warisan budaya dengan kehidupan generasi masa kini melalui pendekatan yang ringan namun bermakna.
Dengan demikian, budaya tidak lagi menjadi sesuatu yang asing atau hanya milik masa lalu, melainkan menjadi bagian dari identitas yang tumbuh dan berkembang bersama zaman.
Tema acara ini, “Ngelingké Akar, Nggandheng Masa Depan”, sangat menggambarkan esensi dari diskusi yang berlangsung. Mengingatkan kembali pada akar budaya lokal sambil merancang langkah menuju masa depan digital yang penuh kolaborasi dan inovasi.
Para pembicara dalam sarasehan ini mencoba mengurai bagaimana kolaborasi lintas bidang dapat memperkuat peran media dan budaya di era kecanggihan teknologi informasi.
Sebagai media digital yang berakar kuat pada kearifan lokal, Kabar Jawa memiliki visi untuk menjadi platform terdepan dalam menyampaikan informasi yang tidak hanya akurat tetapi juga bernilai budaya.
Misinya mencakup upaya pelestarian budaya melalui pemberdayaan komunitas serta inovasi berkelanjutan di berbagai lini bisnis.
Melalui acara seperti Kulonuwun Jogja, Kabar Jawa menunjukkan peran strategis media dalam membangun ekosistem informasi yang mengakar pada budaya lokal namun tetap terbuka terhadap kemajuan teknologi.
Sarasehan ini membuktikan bahwa budaya dan teknologi bukanlah dua hal yang saling meniadakan, melainkan bisa berjalan beriringan untuk membentuk masa depan media yang lebih inklusif, reflektif, dan inspiratif.
Dengan mengangkat isu-isu aktual, menghubungkan generasi, dan menyuarakan nilai-nilai budaya dalam format digital, acara ini menjadi bukti bahwa transformasi media tidak harus meninggalkan akar identitas.
Justru dari kearifan lokal inilah, masa depan media Indonesia dapat dibangun dengan pondasi yang kuat dan bermakna.***