
TUGUJOJGA – Keraton Yogyakarta membuat keputusan mengejutkan ketika menyewakan lahannya untuk proyek jalan tol. Meski total uang sewa mencapai Rp 160 miliar, Keraton hanya memasang tarif Rp 1.000 per meter persegi setiap bulannya.
Nilai tersebut lahir dari hitungan sewa Rp 12.500 per meter persegi per tahun, atau setara Rp 500.000 per meter selama 40 tahun. Keraton Yogyakarta menyewakan lahan Sultan Ground (SG) seluas 320.000 meter persegi melalui skema sewa jangka panjang.
Pemerintah menandatangani kesepakatan sewa ini untuk mendukung Proyek Strategis Nasional (PSN) jalan tol yang menghubungkan berbagai kota utama di Pulau Jawa.
Keraton memastikan proses administrasi berjalan rapi tanpa celah sengketa. Penghageng II Panitikismo, KRT Suryo Satriyanto, menegaskan pihak kalurahan telah mengembalikan hak anggaduh atas tanah yang sebelumnya mereka gunakan.
“Kalurahan mengembalikan hak anggaduh kepada Kraton agar sewa tidak menimbulkan tumpang tindih administratif. Setelah itu, Kraton menyusun skema sewa yang sah secara hukum dan adat,” jelasnya.
Keraton juga memberikan kompensasi tahunan kepada kalurahan sebagai bentuk penghormatan atas pengembalian hak anggaduh tersebut. Langkah ini menegaskan relasi erat antara Kraton dan desa-desa di bawah naungannya.
Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR, Roy Rizali Anwar, memastikan bahwa Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) menanggung semua biaya sewa tanah tersebut.
“Rp 160 miliar masuk ke investasi BUJT untuk 320 ribu meter persegi, selama masa konsesi tol,” ungkap Roy Rizali Anwar di Jakarta pada Senin, 21 Juli 2025.
Lahan Sultan Ground ini dimanfaatkan untuk dua proyek besar. Jalan Tol Solo–Yogyakarta–Kulon Progo memakai lahan seluas 245.302 meter persegi, terbagi dalam tiga tahap.
Ruas Klaten–Prambanan telah rampung dan kini beroperasi tanpa tarif. Ruas Prambanan–Purwomartani sudah mencapai progres 78,93 persen.
Ruas lain, seperti Purwomartani–Maguwo serta JC Sleman–Trihanggo, masih dalam tahap pembangunan. Pemerintah menargetkan tol ini beroperasi penuh pada 2028.
Selain itu, Jalan Tol Yogyakarta–Bawen menyerap lahan seluas 75.440 meter persegi. Jalan tol sepanjang 75,12 kilometer ini membentang dari Yogyakarta hingga Bawen, melewati Borobudur, Magelang, Temanggung, dan Ambarawa.
Proyek ini terbagi menjadi enam seksi dan akan menjadi urat nadi mobilitas dan perekonomian Jawa Tengah–DIY.
Keraton Yogyakarta mengirim pesan tegas melalui kebijakannya. Dengan menyewakan tanahnya dengan harga simbolik, Keraton menunjukkan bahwa nilai budaya dan pembangunan nasional bisa berjalan seiring.
Keraton menegaskan keberpihakannya pada kepentingan rakyat tanpa mengabaikan tata kelola hukum dan adat yang sah.
Keputusan Keraton Yogyakarta menyewakan lahannya dengan tarif hanya Rp 1.000 per meter persegi setiap bulan mengundang kekaguman banyak pihak.
Nilai itu tak sebanding dengan manfaat proyek tol bagi perekonomian daerah. Namun, Keraton menempatkan kepentingan pembangunan dan kelancaran mobilitas rakyat di atas kepentingan komersial.
Keraton Yogyakarta menegaskan eksistensinya sebagai penopang peradaban yang berpihak pada rakyat dan pembangunan.
Dengan langkah ini, Kraton membuktikan bahwa tanah warisan budaya tetap bisa mendukung transformasi ekonomi bangsa tanpa kehilangan martabatnya.