
Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) menyatakan bahwa hingga Kamis (10/4/2025), belum ada laporan resmi yang masuk terkait dugaan kekerasan seksual yang melibatkan salah satu guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM). Hal ini disampaikan oleh Kasubbid Penmas Bidhumas Polda DIY, AKBP Verena Sri Wahyuningsih.
“Berkaitan dengan kasus yang beredar saat ini bahwa sampai saat ini tanggal 10 April 2025 belum ada laporan polisi yang masuk baik itu di Polda maupun di Polres,” ujar Verena dalam keterangannya pada Kamis (10/4/2025).
Meski demikian, pihak kepolisian saat ini telah menjalin komunikasi dengan pihak universitas serta sejumlah instansi terkait guna menindaklanjuti informasi yang beredar di publik.
“Namun demikian dari pihak Polda sedang melaksanakan koordinasi dengan pihak universitas dan juga pihak-pihak terkait,” tambah Verena.
Di sisi lain, Universitas Gadjah Mada sebelumnya telah mengambil langkah tegas dengan memberhentikan secara tetap Edy Meiyanto dari posisinya sebagai dosen di Fakultas Farmasi. Sanksi ini dijatuhkan setelah Komite Pemeriksa yang dibentuk Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM menyatakan Edy terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap sejumlah individu.
“Pimpinan Universitas Gadjah Mada juga sudah menjatuhkan sanksi kepada Pelaku berupa pemberhentian tetap dari jabatan sebagai dosen. Penjatuhan sanksi ini dilaksanakan sesuai dengan peraturan kepegawaian yang berlaku,” terang Sekretaris Universitas UGM, Andi Sandi Antonius, dalam pernyataan tertulis yang diterima Minggu (6/4/2025).
Menurut Andi, pelanggaran yang dilakukan Edy mencakup Pasal 3 ayat (2) Huruf l dan m dalam Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023, serta telah menyalahi kode etik dosen. Keputusan resmi dikeluarkan melalui SK Rektor Nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tertanggal 20 Januari 2025.
Sebelum sanksi dijatuhkan, Edy juga telah dicopot dari seluruh aktivitas tridharma perguruan tinggi dan jabatan strukturalnya di Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) sejak 12 Juli 2024, melalui keputusan Dekan Fakultas Farmasi.
“Keputusan Dekan Farmasi ini ditetapkan jauh sebelum proses pemeriksaan selesai dan dijatuhkan sanksi kepada yang bersangkutan, untuk kepentingan para korban dan untuk memberikan jaminan ruang aman bagi seluruh sivitas akademika di fakultas,” jelas Andi.
Kasus ini mencuat setelah adanya laporan internal dari pimpinan Fakultas Farmasi UGM kepada Satgas PPKS pada awal 2024. Proses investigasi melibatkan keterangan dari 13 orang yang terdiri dari saksi maupun korban. Dari hasil penyelidikan, tindakan kekerasan seksual disebut terjadi di luar lingkungan kampus dalam kurun waktu 2023 hingga 2024.