
TUGUJOGJA – Situasi memprihatinkan terjadi dalam dunia pendidikan di Gunungkidul. Sebanyak 20 Sekolah Menengah Pertama (SMP) swasta di wilayah tersebut tidak memperoleh satu pun peserta didik baru dalam Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) Tahun Ajaran 2025–2026.
Kondisi ini mencerminkan krisis serius, terutama bagi lembaga pendidikan swasta yang sangat bergantung pada keberadaan siswa.
Proses SPMB yang digelar sejak Juni hingga awal Juli 2025 menjadi sorotan setelah Dinas Pendidikan Gunungkidul merilis hasil seleksi pada Jumat, 4 Juli 2025.
Sekretaris Dinas Pendidikan, Agus Subaryanta, mengonfirmasi bahwa dari total 106 SMP yang tercatat di kabupaten ini — terdiri dari 61 SMP negeri dan 45 swasta — sebanyak 20 SMP swasta tidak menerima murid sama sekali.
Hanya 15 SMP Swasta Terima Siswa Baru
Agus menyebutkan hanya 15 sekolah swasta yang berhasil menjaring siswa baru. “Hanya 15 sekolah swasta yang mendapatkan murid baru,” ujarnya singkat namun tegas.
Ia juga menambahkan bahwa sekolah-sekolah yang tidak mendapatkan siswa tersebar di berbagai wilayah di Gunungkidul. Namun, ia memilih tidak mengungkapkan daftar sekolah yang kini berada di ambang krisis operasional tersebut.
Fenomena serupa juga dialami oleh sejumlah SMP negeri. Beberapa sekolah negeri disebut mengalami kekurangan jumlah siswa, meskipun belum separah sekolah swasta.
Agus menegaskan bahwa rincian lebih lanjut mengenai sekolah negeri yang terdampak akan diumumkan setelah data final siswa kelas VII rampung pada 9 Juli 2025.
“Kalau kekurangan murid jelas ada, karena setiap rombongan belajar harus terisi minimal 32 siswa,” jelasnya.
Lulusan SD Tak Mampu Penuhi Kuota SMP
Menurut Agus, persoalan utama bukan karena minat belajar yang menurun, melainkan ketimpangan antara jumlah lulusan SD dan kapasitas bangku SMP.
Tahun ini, kuota bangku SMP di Gunungkidul mencapai 9.216, namun jumlah lulusan SD hanya 7.903 siswa. Selisih ini menyebabkan kelebihan kapasitas hingga lebih dari 1.300 kursi.
“Jadi kalau ada sekolah yang kekurangan murid sebenarnya bukan masalah karena kuota bangku tersedia lebih banyak dibanding jumlah lulusan SD,” jelas Agus, mencoba menenangkan kekhawatiran masyarakat.
Kondisi Darurat Bagi Sekolah Swasta
Meski secara administratif hal ini bisa dianggap sebagai ketidakseimbangan kapasitas, kenyataannya sangat memukul sekolah swasta. Tanpa murid baru, keberlangsungan sekolah-sekolah ini menjadi taruhan.
Banyak guru dan tenaga kependidikan yang kini cemas terhadap masa depan pekerjaan mereka. Beberapa sekolah swasta bahkan dikabarkan mulai mempertimbangkan opsi terburuk, yaitu merumahkan staf atau bahkan menutup sekolah secara permanen.
Sebagai lembaga yang bergantung penuh pada iuran siswa (SPP), sekolah swasta tak memiliki sumber pendanaan alternatif seperti sekolah negeri. Jika kondisi ini terus berlangsung, bukan tidak mungkin akan terjadi gelombang penutupan sekolah swasta di Gunungkidul.
Dinas Pendidikan Akan Lakukan Evaluasi
Menanggapi kondisi tersebut, Dinas Pendidikan Gunungkidul menyatakan akan melakukan evaluasi terhadap sistem penerimaan murid dan distribusi siswa. Namun, langkah nyata penyelamatan terhadap 20 sekolah yang kini kosong masih belum terlihat.
Hingga kini, nasib sekolah-sekolah swasta yang tak mendapat siswa baru masih menggantung. Sementara itu, masyarakat dan para tenaga pendidik berharap adanya solusi cepat dan konkret dari pemerintah daerah agar dunia pendidikan di Gunungkidul tidak makin terpuruk.