
TUGUJOGJA – Pemerintah Kota Yogyakarta menancapkan komitmen kuat untuk menggandeng kampus dalam menggerakkan pemberdayaan masyarakat secara nyata.
Lewat program unggulan bertajuk One Village One Sister University, Pemkot tak hanya menyoroti pembangunan fisik, tapi juga menitikberatkan pada transformasi sosial, budaya, hingga ekonomi kampung.
Di tengah semangat kolaborasi ini, mahasiswa tampil sebagai garda terdepan, menjadi agen perubahan di jantung kehidupan masyarakat.
Wakil Wali Kota Yogyakarta, Wawan Harmawan, menyampaikan hal tersebut secara lantang saat menjadi narasumber dalam Musyawarah Kerja Wilayah (Muskerwil) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (PTNU) DIY. Wawan menggelorakan pentingnya peran mahasiswa dalam perubahan sosial yang konkret.
One Village One Sister University
“Mahasiswa berperan sebagai agen perubahan, fasilitator, sekaligus pengontrol sosial. Karena itulah berorganisasi, membentuk kelompok dengan visi-misi yang kuat, dan terjun ke masyarakat menjadi keharusan. Perubahan besar berawal dari langkah kecil yang dilakukan dengan serius,” tegas Wawan.
Ia menggarisbawahi, di Kota Yogyakarta, Pemkot telah menggulirkan program strategis One Village One Sister University, yang menghubungkan kampung dengan perguruan tinggi dalam sebuah sistem kolaboratif dan berkelanjutan.
Program ini menyatukan dunia akademik dan realitas sosial masyarakat, terutama melalui pengembangan kampung tematik yang mencerminkan potensi lokal masing-masing wilayah.
“Kami melibatkan kampus dalam pengembangan kampung tematik, mulai dari isu pengelolaan sampah, pelestarian lingkungan, hingga penggalian potensi budaya dan ekonomi kampung. Mahasiswa akan mendampingi warga agar mampu mengelola sampah secara tepat, memaksimalkan produktivitas lokal, dan mengangkat potensi wilayah menjadi kekuatan ekonomi,” jelas Wawan.
Tidak berhenti pada gagasan besar, Wawan menekankan pentingnya pengumpulan data sebagai langkah awal pemberdayaan yang efektif.
Mahasiswa, menurutnya, harus bergerak aktif dalam meriset dan mencatat kondisi riil masyarakat. Data yang valid akan menjadi amunisi kuat bagi Pemkot dalam merumuskan kebijakan yang tepat sasaran.
“Kami sangat terbantu dengan data lapangan. Misalnya untuk program bedah rumah tanpa APBD. Jika mahasiswa mampu memetakan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dengan data yang lengkap, maka kami bisa langsung menyalurkan bantuan berbasis gotong royong. Hal itu berdampak langsung ke aspek kesehatan, ekonomi, dan ketahanan keluarga,” ungkapnya.
Mahasiswa PTNU DIY Siapkan Kolaborasi Inovatif: Sampah Jadi Sumber Berkah
Sementara itu, Sekretaris BEM PTNU DIY, Arip Muztabasani, menyambut positif ajakan kolaborasi dari Pemkot Yogyakarta. Pihaknya kini sedang menjalin kemitraan dengan perusahaan yang fokus pada pengelolaan sampah organik dan pemberdayaan ekonomi berbasis inovasi teknologi.
“Kami ingin menciptakan solusi nyata. Salah satu inisiatif yang sedang kami bangun adalah mengolah sampah organik menjadi pupuk cair bernilai ekonomi. Dalam waktu dekat, teman-teman mahasiswa akan melakukan observasi mendalam di kampung-kampung Kota Yogyakarta, untuk memetakan potensi kerja sama ini,” terang Arip.
Ia menegaskan, mahasiswa PTNU siap menjadi pionir dalam proyek percontohan ini. Mereka akan berkontribusi sebagai pengumpul dan pengolah sampah organik dari rumah tangga maupun pelaku usaha kecil.
Dengan sistem terintegrasi, bahan baku itu akan masuk ke sistem produksi pupuk, yang hasilnya bisa kembali dimanfaatkan oleh masyarakat.
“Ini bukan sekadar proyek kampus. Ini adalah bentuk nyata kontribusi kami sebagai mahasiswa NU terhadap masa depan lingkungan dan ekonomi lokal,” tambahnya.
Sinergi antara Pemkot, kampus, dan masyarakat menjadi fondasi utama dari lahirnya One Village One Sister University. Melalui kolaborasi ini, mahasiswa bukan hanya belajar teori, tetapi juga mengalami dan mengatasi persoalan nyata masyarakat. Pemerintah memfasilitasi, kampus membimbing, masyarakat bergerak.
Dengan dukungan penuh dari BEM PTNU dan kampus-kampus lain di Yogyakarta, Wawan Harmawan yakin program ini bisa menjadi model nasional pemberdayaan berbasis kolaborasi.
Pemkot ingin membuktikan bahwa perubahan sosial bisa dimulai dari kampung, dengan semangat gotong royong dan peran aktif generasi muda.
“Kami butuh energi anak muda. Kami ingin kampung-kampung di Yogyakarta bukan hanya berkembang, tapi juga berdikari, berdaulat atas potensinya sendiri. Dan itu hanya bisa terjadi jika kampus dan masyarakat bersatu,” pungkas Wawan. (ef linangkung)