
Menjelang bulan suci Ramadhan, masyarakat Jawa memiliki tradisi turun-temurun yang dikenal sebagai Nyadran. Tradisi ini bukan sekadar ritual biasa, tetapi juga bentuk penghormatan kepada leluhur serta sarana membersihkan diri sebelum memasuki bulan penuh berkah.
Nyadran menjadi salah satu warisan budaya yang masih dilestarikan hingga kini, terutama di daerah pedesaan di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta.
Nyadran biasanya dilakukan pada bulan Ruwah dalam kalender Jawa, yang bertepatan dengan bulan Sya’ban dalam kalender Hijriyah. Bulan ini dipercaya sebagai momen yang tepat untuk mendoakan arwah keluarga yang telah meninggal serta mempersiapkan diri secara spiritual dan sosial sebelum menjalani ibadah puasa.
Masyarakat percaya bahwa dengan melakukan Nyadran, mereka akan mendapatkan keberkahan dan ketenangan dalam menjalani Ramadhan.
Rangkaian Kegiatan dalam Tradisi Nyadran
Dalam pelaksanaannya, tradisi Nyadran melibatkan berbagai kegiatan yang memiliki makna mendalam. Berikut beberapa kegiatan utama yang dilakukan saat menggelar tradisi Nyadran:
1. Ziarah dan Pembersihan Makam
Salah satu bagian terpenting dalam Nyadran adalah ziarah kubur. Keluarga besar akan berkumpul di makam leluhur untuk membersihkan area makam, mencabut rumput liar, menyapu, serta menaburkan bunga.
Setelah itu, mereka akan berdoa bersama dan membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an untuk mendoakan arwah yang telah meninggal agar mendapatkan tempat terbaik di sisi Tuhan.
2. Kenduri atau Selamatan
Setelah ziarah, masyarakat biasanya menggelar kenduri atau selamatan di rumah, masjid, atau balai desa. Kenduri ini merupakan bentuk syukuran yang diisi dengan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh agama setempat.
Dalam acara ini, berbagai makanan khas disajikan, seperti nasi tumpeng, ingkung ayam, apem, ketan, dan jajanan tradisional lainnya yang memiliki makna simbolis.
3. Berbagi Makanan dan Sedekah
Sebagai bagian dari tradisi Nyadran, masyarakat juga melakukan sedekah dengan membagikan makanan kepada sanak saudara, tetangga, dan warga sekitar. Tradisi ini melambangkan kebersamaan dan kepedulian sosial, sekaligus menjadi cara untuk membersihkan hati sebelum memasuki bulan Ramadhan.
4. Kirab Budaya (di Beberapa Daerah)
Di beberapa daerah, Nyadran tidak hanya berupa kegiatan keagamaan, tetapi juga dilengkapi dengan kirab budaya. Warga akan mengarak gunungan hasil bumi seperti buah, sayur, dan makanan khas sebagai simbol rasa syukur.
Kirab ini biasanya diiringi dengan kesenian tradisional seperti gamelan, wayang kulit, dan tarian daerah. Setelah kirab selesai, gunungan tersebut akan diperebutkan oleh warga karena diyakini membawa berkah.
Lebih dari sekadar ritual keagamaan, Nyadran mengajarkan banyak nilai kehidupan, seperti gotong royong, rasa syukur, dan kepedulian sosial. Tradisi ini mempertemukan kembali sanak saudara yang mungkin sudah lama tidak bertemu, sekaligus memperkuat rasa persaudaraan antarwarga dalam menyambut bulan Ramadhan.