
TUGUJOGJA — Di tengah pusaran dinamika global dan ketidakpastian ekonomi, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) justru melesat sebagai episentrum pertumbuhan investor ritel Indonesia.
Dalam rentang satu tahun, hingga April 2025, sebanyak 47 ribu investor baru bergabung di pasar modal, menjadikan total Single Investor Identification (SID) di wilayah ini menembus angka 248.113.
” Angka ini bukan sekadar statistik—ini adalah simbol kepercayaan, transformasi finansial, dan kesadaran kolektif yang kian matang di tengah masyarakat,”ujar Kepala BEI Yogyakarta, Irfan Noor Riza, di sela-sela kegiatan edukasi pasar modal di UGM.
Penambahan Investor Baru
Lebih mencengangkan lagi, dalam satu bulan terakhir saja, DIY mencatat penambahan 6.038 investor baru, atau tumbuh 2,49%. Lonjakan ini memperlihatkan antusiasme masyarakat terhadap instrumen investasi yang dahulu hanya diminati segelintir kalangan.
“Capaian ini menunjukkan bahwa masyarakat DIY semakin sadar pentingnya investasi dan pengelolaan keuangan jangka panjang,” ungkap dia.
Irfan tak menampik bahwa transformasi ini tidak terjadi secara instan. Ia menyebutkan bahwa peran aktif kampus, Galeri Investasi, serta komunitas lokal menjadi katalis utama dalam membangun ekosistem investasi yang sehat dan berkelanjutan.
“Kami sangat mengapresiasi sinergi dari berbagai pihak. Ini bukan semata kerja institusi, melainkan gerakan kolektif untuk mencetak generasi yang cakap finansial,” tambahnya.
Penyebab Naiknya Investor Baru dari DIY
Peningkatan jumlah investor di DIY tidak bisa lepas dari peran strategis lembaga pendidikan. Galeri Investasi di berbagai kampus di Yogyakarta telah menjadi jembatan antara teori dan praktik, antara wacana dan realitas pasar.
BEI Yogyakarta bahkan terus memperluas cakupan edukasi melalui program seperti Sekolah Pasar Modal, pelatihan intensif, hingga pendampingan jangka panjang. Dalam setiap kegiatan, pendekatan mereka tidak kaku, tetapi justru adaptif terhadap kebutuhan generasi muda yang tech-savvy dan dinamis.
“Kami tidak ingin masyarakat hanya tahu cara beli saham. Kami ingin mereka paham risiko, strategi, dan berani mengambil keputusan berdasarkan pengetahuan,” tegas Irfan.
Lebih jauh, ia menilai dominasi investor lokal menjadi kunci penting ketahanan pasar dalam menghadapi guncangan global.
Fenomena yang terjadi di DIY ternyata mencerminkan tren nasional yang lebih besar. Per 26 Mei 2025, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat rekor baru dengan jumlah investor saham nasional menembus 7.001.268 SID aktif.
Lonjakan ini bukan sekadar angka, melainkan sebuah pencapaian monumental yang menunjukkan bahwa literasi keuangan kini bukan lagi wacana elite.
Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, menyebut capaian tersebut sebagai bentuk resilience atau ketahanan pasar di tengah badai. IHSG sempat turun ke 5.967 pada April, tapi bangkit kembali ke level 7.175 di akhir Mei.
“Ini bukan kebetulan, tapi bukti nyata kepercayaan publik,” jelasnya.
Bahkan, selama libur Idulfitri—periode yang biasanya sunyi aktivitas keuangan—terjadi lonjakan 38.676 investor baru hanya dalam dua minggu. Fenomena ini menandakan bahwa momentum investasi tidak lagi terkungkung waktu atau musim.
Di balik pertumbuhan masif ini, infrastruktur digital menjadi senjata utama. Aplikasi IDX Mobile kini telah diunduh lebih dari 287 ribu kali, menjadi kanal utama bagi masyarakat untuk mengakses data pasar, berita terkini, hingga edukasi video secara real-time.
Selain itu, kehadiran lebih dari 1.000 titik Galeri Investasi dan 6.000 Duta Pasar Modal menjadikan edukasi terasa dekat, personal, dan berkelanjutan.
“Masyarakat perlu akses cepat, ringkas, dan terpercaya,” ungkap Jeffrey.
Direktur Utama BEI, Iman Rachman, turut menegaskan bahwa pertumbuhan ini tidak boleh berhenti di angka. Ia menekankan pentingnya pendekatan menyeluruh, menyasar baik investor ritel maupun institusional.
“Kami tidak hanya fokus pada individu, tetapi juga ingin institusi terlibat lebih aktif agar likuiditas pasar meningkat,” katanya. (ef linangkung)