
Di antara berbagai bangunan bersejarah di Yogyakarta, Masjid Sulthoni Wotgaleh di Kecamatan Berbah, Sleman, memiliki kisah unik yang terus menarik perhatian. Masjid yang terletak di dekat landasan pacu Bandara Adisutjipto ini dikaitkan dengan mitos bahwa benda apa pun yang melintas di atasnya akan jatuh ke tanah. Menurut keyakinan yang berkembang di masyarakat, bahkan burung pun bisa jatuh jika terbang di atasnya.
Masjid Sulthoni Wotgaleh tidak hanya memiliki nilai sejarah, tetapi juga dihormati sebagai tempat sakral yang diyakini memiliki kekuatan mistis. Beberapa insiden kecelakaan pesawat yang terjadi di sekitar kawasan masjid semakin menguatkan kepercayaan ini. Konon, sebelum melakukan penerbangan di area dekat masjid, pihak Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) kerap meminta izin dan berziarah sebagai bentuk penghormatan.
Sejarah dan Arsitektur Masjid Sulthoni Wotgaleh
Masjid Sulthoni Wotgaleh merupakan peninggalan Kerajaan Mataram Islam yang telah berdiri sejak sekitar tahun 1600 Masehi. Nama “Wotgaleh” sendiri berasal dari kata “wot” yang berarti jembatan dan “galeh” yang berarti hati, sehingga dapat dimaknai sebagai tempat bagi orang-orang yang ingin menguatkan hati demi mencapai ketenangan lahir dan batin.
Secara arsitektur, masjid ini memiliki gaya khas tradisional Jawa dengan atap berbentuk Tajug Lawakan Lambang Teplok. Bangunan utama dikelilingi oleh delapan saka atau tiang penyangga, dengan serambi berbentuk limasan. Di dalam masjid juga terdapat ruang “pawestren” untuk salat perempuan, serta sebuah bedug bergaya lama yang dahulu digunakan sebagai penanda waktu salat.
Sebagai salah satu warisan sejarah, Masjid Sulthoni Wotgaleh telah ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya oleh Bupati Kabupaten Sleman pada 6 Februari 2017. Hingga kini, masjid ini dirawat oleh abdi dalem Keraton Yogyakarta, dan setiap proses renovasi harus mendapatkan izin dari pihak Keraton serta Dinas Kebudayaan Kabupaten Sleman.

Kompleks Pemakaman dan Jejak Pangeran Purbaya
Di dalam kawasan masjid, terdapat kompleks pemakaman yang dikenal dengan Hastono Wotgaleh. Salah satu tokoh penting yang dimakamkan di sini adalah Pangeran Purbaya, putra Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram Islam. Pangeran Purbaya dikenal sebagai sosok pemberani yang dijuluki “Banteng Mataram” karena kegigihannya dalam melawan penjajah Belanda.
Menurut kisah yang berkembang, Pangeran Purbaya memiliki kesaktian luar biasa dan kebal terhadap senjata. Namun, ia akhirnya gugur dalam pertempuran di Keraton Plered pada tahun 1677 setelah terkena kotoran yang dianggap najis, satu-satunya hal yang bisa melukai dirinya.
Selain makam Pangeran Purbaya, kompleks pemakaman ini juga menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi beberapa tokoh penting lainnya, seperti Kanjeng Ratu Giring, Ki Wirosobo, serta Panembahan Purbaya II dan III. Setiap Senin Kliwon, kawasan ini ramai dikunjungi peziarah yang datang untuk berdoa dan mengenang jasa para tokoh bersejarah tersebut.

Mitos yang Masih Diyakini
Sebagai masjid bersejarah, Masjid Sulthoni Wotgaleh dikelilingi oleh berbagai mitos yang terus hidup di kalangan masyarakat. Salah satu cerita paling terkenal adalah pantangan bagi pesawat untuk melintas di atasnya. Sampai saat ini, Makam Wotgaleh dikenal dengan kesakralannya. Sehingga, pengunjung yang memasuki tempat ini dilarang melakukan hal-hal di luar etika dan norma.
Kisah-kisah ini semakin memperkuat posisi Masjid Sulthoni Wotgaleh sebagai bangunan yang dihormati. Baik sebagai tempat ibadah, situs sejarah, maupun lokasi penuh misteri, masjid ini tetap menjadi daya tarik bagi wisatawan, peziarah, dan masyarakat yang ingin menyelami lebih dalam sejarah Kerajaan Mataram Islam.