
TUGUJOGJA – Seorang siswa kelas IX SMP Negeri 2 Gedangsari, Gunungkidul, bernama FS (14) meninggal dunia usai terlibat perkelahian satu lawan satu dengan adik kelasnya, Rhl (13).
Rhl merupakan siswa kelas VIII C yang tinggal di Padukuhan Candi, Kalurahan Tegalrejo, Kapanewon Gedangsari. Sementara itu, korban FS berasal dari Melikan RT 1 RW 12, Melikan, Wedi, Klaten.
Informasi dari lapangan menyebutkan bahwa insiden terjadi pada 7 Mei 2025, di wilayah Kabupaten Klaten, di luar jam sekolah.
SMP Negeri 2 Gedangsari sendiri terletak di Kalurahan Tegalrejo yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, dan Kabupaten Gunungkidul, DIY.
Dalam duel tersebut, korban dikabarkan menerima pukulan di bagian kepala, kemaluan, dan ulu hati. Terduga pelaku menghantam ulu hati korban menggunakan lutut, yang menyebabkan kerusakan serius pada organ dalam, terutama liver.
Tanggapan dari Pihak Sekolah
Plt Kepala SMP Negeri 2 Gedangsari, Janti Nugraheni, membenarkan bahwa dua siswa dari sekolahnya terlibat dalam perseteruan tersebut hingga menyebabkan korban meninggal dunia. Namun ia menegaskan bahwa insiden ini bukan dipicu oleh masalah internal sekolah.
“Itu kejadian di luar sekolah dan selama di sekolah mereka baik-baik saja,” ujar Janti pada Selasa, 20 Mei 2025.
Menurut Janti, dari hasil klarifikasi terhadap terduga pelaku dan beberapa teman korban yang menyaksikan kejadian, diketahui bahwa penyebab konflik berasal dari perseteruan antara dua kelompok futsal di luar sekolah yang masing-masing diikuti oleh korban dan pelaku.
Konflik ini memanas akibat saling provokasi, yang kemudian berujung pada perkelahian sengit satu lawan satu hingga mengakibatkan kematian salah satu siswa.
“Saya tidak tahu perkelahiannya bagaimana. Tapi kabarnya korban kena tendangan lutut di ulu hatinya sehingga mengakibatkan kesakitan dan dilarikan ke rumah sakit hingga meninggal dunia,” imbuhnya.
Kejadian tersebut terjadi setelah jam sekolah selesai. Saat itu, korban baru saja menyelesaikan ASPD, sementara siswa kelas VIII, termasuk terduga pelaku, sedang libur untuk kelancaran pelaksanaan ASPD.
Upaya Mediasi dan Langkah Sekolah
Pihak sekolah, bersama komite dan instansi terkait, berusaha melakukan mediasi antara keluarga korban dan keluarga pelaku. Mediasi ini bertujuan untuk mempertemukan kedua pihak guna menghindari kesalahpahaman atau ketakutan untuk saling bertemu.
Namun, pihak sekolah menegaskan bahwa mereka tidak mengarahkan pada penyelesaian damai atau intervensi keputusan.
“Kami tidak melakukan intervensi. Terserah kedua belah pihak mau seperti apa,” jelas Janti.
Kasus ini kini ditangani oleh Polres Klaten. Beberapa siswa juga telah menjalani pemeriksaan. Saat ini, terduga pelaku masih berstatus sebagai saksi dan kadang masih masuk sekolah.
Janti menampik anggapan bahwa konflik ini disebabkan oleh geng sekolah.
“Itu bukan geng sekolah. Itu hanya kelompok futsal kampung,” tegasnya.
Menurutnya, perseteruan ini kemungkinan terjadi karena fanatisme berlebihan dari kedua pihak, yang kemudian memicu emosi hingga menimbulkan kesalahpahaman dan konflik fisik.
Evaluasi dan Edukasi Pasca Kejadian
Pascakejadian, pihak sekolah langsung mengadakan pertemuan marathon dengan para siswa dan wali murid. Mereka memberikan edukasi ulang mengenai kenakalan remaja, perundungan, serta persoalan sosial lainnya yang dapat berdampak serius.
“Kami hadirkan pihak yang berkompeten dalam hal ini. Kami tidak ingin kejadian tersebut berulang,” tegas Janti.