
TUGUJOGJA – Musim kemarau biasanya identik dengan kekeringan dan krisis air, tetapi tahun ini kondisi justru berbalik. Anomali iklim berupa kemarau basah melanda wilayah Gunungkidul, menghadirkan harapan baru bagi ribuan petani.
Hujan yang masih turun cukup intens di tengah musim kemarau menjadi berkah tak terduga di wilayah yang selama ini dikenal kering dan tandus.
Wakil Bupati Gunungkidul, Joko Parwoto, menyampaikan bahwa curah hujan yang tinggi membawa dampak positif pada sektor pertanian. Beberapa kapanewon seperti Karangmojo, Semin, Ngawen, Ponjong, Nglipar, Gedangsari, Patuk, dan Wonosari kini berpeluang melakukan panen lebih dari dua kali dalam setahun.
“Wilayah Karangmojo, Semin, Ngawen, Ponjong, Nglipar, Gedangsari, Patuk, dan Wonosari menunjukkan potensi besar untuk panen padi hingga tiga kali. Ini bukan mimpi. Ini momentum langka yang harus kita manfaatkan,” tegas Joko.
Ia menambahkan, perubahan cuaca ini memicu irigasi alami yang optimal, memperpanjang masa tanam, dan mengubah tantangan menjadi peluang besar.
Peringatan Dini: Ancaman Hama dan Penyakit Tanaman
Meski optimisme menguat, Joko Parwoto tetap mengingatkan potensi risiko. Curah hujan yang tinggi bisa menjadi pemicu munculnya hama dan penyakit tanaman seperti wereng batang cokelat dan jamur yang kerap menyerang padi.
“Jangan lengah. Serangan wereng batang cokelat dan jamur bisa datang kapan saja. Hujan deras dan angin kencang dapat membuat batang padi rebah dan menimbulkan kerugian besar,” ujarnya.
Dinas Pertanian dan Pangan Gunungkidul pun merespons cepat. Kepala Dinas, Rismiyadi, mengoordinasikan pendampingan intensif untuk petani. Mereka dibantu dalam pengolahan lahan serta diarahkan memilih varietas padi tahan cuaca seperti Inpari dan Ciherang.
“Kami mengarahkan petani untuk menggunakan varietas padi yang sudah terbukti tahan seperti Inpari dan Ciherang. Kedua varietas ini tidak hanya cepat panen, tapi juga tangguh menghadapi cuaca yang tidak menentu,” ujar Joko Parwoto menambahkan.
Petani juga dianjurkan memilih varietas berumur pendek agar siklus tanam lebih efisien dan mengurangi risiko gagal panen akibat cuaca ekstrem.
Suplai Pupuk Aman dan Produksi Meningkat
Rismiyadi menyampaikan bahwa suplai pupuk bersubsidi masih aman. Hingga Mei 2025, penyaluran pupuk Urea telah mencapai 7,15% dari alokasi 19.317 ton, sementara pupuk NPK mencapai 9,965% dari total 17.251 ton.
“Hanya pupuk NPK Formula Khusus yang belum tersalurkan. Tapi volumenya kecil, hanya 18 ton. Jadi tidak terlalu berpengaruh,” ujarnya.
Dari sisi produksi, hasil panen menunjukkan performa impresif. Tanaman jagung mendominasi dengan luas panen 46.654 hektare dan produksi sebesar 258.682,47 ton. Produktivitasnya mencapai 55,45 kuintal per hektare.
Sementara padi dipanen di 45.963 hektare lahan, menghasilkan 240.261,30 ton. Menariknya, sebagian besar berasal dari padi gogo (185.151,90 ton), sedangkan padi sawah menyumbang 52.949,14 ton.
“Ini menjadi bukti bahwa padi gogo sangat vital untuk Gunungkidul. Kita bisa tetap bertani, bahkan di lahan kering sekalipun,” papar Rismiyadi.
Tak hanya itu, komoditas lain seperti kacang tanah, kedelai, kacang hijau, dan sorgum juga menyumbang produksi penting. Diversifikasi ini dinilai penting untuk menjaga ketahanan pangan lokal.
“Diversifikasi ini penting. Kita tidak bisa bergantung pada satu jenis tanaman saja. Ketersediaan pangan lokal harus kita jaga,” tandasnya.