
TUGUJOGJA – Kota Yogyakarta memasuki babak baru dalam pelestarian warisan budayanya. Dua kawasan cagar budaya paling sakral, yakni Kraton Yogyakarta dan Pakualaman, kini resmi masuk dalam situs keragaman budaya Geopark Nasional Jogja.
Hal ini menandai tanggung jawab besar yang harus diemban oleh Pemerintah Kota Yogyakarta: melestarikan warisan leluhur sambil mengelola pengembangan yang berkelanjutan.
Penetapan ini dituangkan dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 171.K/GL.01/MEM.G/2025. Surat keputusan tersebut menyatakan Kraton dan Pakualaman sebagai bagian dari Geopark Nasional Jogja, bersama dengan berbagai situs geologi dan keanekaragaman hayati lainnya di DIY.
SK diserahkan langsung oleh Menteri ESDM kepada Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo, serta para bupati di wilayah DIY pada 29 Juli 2025, di Kompleks Kepatihan. Sejak saat itu, Kota Yogyakarta secara resmi menjadi bagian dari sistem pengelolaan geopark nasional.
Wali Kota Hasto Wardoyo menegaskan kesiapan Pemkot dalam menjalankan amanah tersebut. Ia menyampaikan bahwa Kraton dan Pakualaman bukan sekadar objek wisata, melainkan penjaga ruh dan identitas peradaban Jawa.
“Kita memang punya kawasan wisata cagar budaya Pakualaman dan Kraton Yogyakarta. Semua itu bagian dari Geopark Cagar Budaya yang disebut dalam SK yang diberikan kepada kami,” tegas Hasto.
Ia juga menyebut bahwa sumbu filosofi Yogyakarta akan menjadi komponen penting dalam pengelolaan geopark ke depan. Pemkot berkomitmen menyelaraskan pengelolaan kawasan tersebut dengan ekspektasi UNESCO.
Menuju Pengakuan UNESCO Global Geopark
Geopark Nasional Jogja kini mencakup 15 situs warisan geologi (geosite), 5 situs keanekaragaman hayati (biosite), dan 4 situs keragaman budaya (cultural site). Di antara situs budaya tersebut, Kraton dan Pakualaman menempati posisi istimewa karena masih hidup dan aktif sebagai pusat kebudayaan hingga kini.
Sri Sultan Hamengku Buwono X menyambut baik penetapan ini. Ia menyebut bahwa status geopark memberikan arah manajemen yang jelas bagi pemerintah daerah.
“Dengan keputusan ini, pemerintah daerah punya kepastian dalam sistem manajemen geopark. Kalau satu kawasan masuk heritage, maka tidak boleh ditambang. Tapi kita bisa kembangkan jadi wisata tanpa merusak nilai-nilai pelestariannya,” jelas Sultan.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, menekankan bahwa status geopark bukan sekadar simbolis. Tiga pilar utama pengelolaan geopark harus diintegrasikan: geoheritage, biodiversity, dan cultural diversity. Ketiganya diharapkan dapat menjadi bagian dari produk edukasi dan konservasi yang utuh.
“Geopark harus jadi produk edukatif untuk pelestarian. Ngarsa Dalem bersama para bupati akan menyiapkan pengajuan menuju UNESCO Global Geopark, termasuk menyiapkan pengelolaannya,” ujar Wafid.
Ia juga menyebut bahwa sejumlah geosite di DIY telah dikategorikan sebagai geoheritage nasional dan memerlukan perlindungan ketat. Kawasan seperti Kraton dan Pakualaman bukan hanya perlu dilestarikan sebagai destinasi wisata, tetapi juga dikembangkan sebagai pusat pembelajaran budaya dan sejarah Jawa.