
TUGUJOGJA – Menjelang Tahun Baru Islam, umat Muslim di seluruh dunia bersiap menyambut datangnya bulan pertama dalam kalender Hijriah.
Bulan ini sering kali disebut dengan dua bentuk penulisan Muharram dan Muharam. Namun, mana sebenarnya yang dianggap benar dalam penggunaan bahasa Indonesia?
Meski sering digunakan secara bergantian, hanya satu bentuk yang diakui sebagai penulisan baku menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Artikel ini akan membahas secara lengkap penulisan yang tepat berdasarkan referensi resmi serta menjelaskan sedikit tentang makna dan posisi bulan ini dalam kalender Islam.
Bagaimana Penulisan Muharram atau Muharam yang Benar?
Pertanyaan seputar penulisan nama bulan pertama dalam kalender Islam cukup sering muncul, terutama menjelang perayaan Tahun Baru Islam.
Banyak orang masih bingung apakah penulisannya “Muharam” dengan satu huruf “r” atau “Muharram” dengan dua huruf “r”. Jika kita mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kelima (KBBI V), jawaban yang benar adalah “Muharam”.
KBBI secara tegas mencatat bahwa bentuk yang baku dalam bahasa Indonesia adalah Muharam. Istilah ini didefinisikan sebagai “bulan pertama tahun Hijriah (30 hari)”. Dalam pengertiannya, Muharam adalah bulan yang dimuliakan dan disucikan, sesuai ajaran Islam.
Sementara itu, meskipun bentuk “Muharram” sering dijumpai dalam berbagai tulisan, baik di media sosial maupun di publikasi lain, bentuk tersebut dianggap tidak baku dalam tata bahasa Indonesia.
Penulisan “Muharram” lebih mencerminkan bentuk transliterasi langsung dari bahasa Arab, bukan bentuk adaptasi bahasa Indonesia.
Asal-usul Kata Muharam
Secara etimologi, kata Muharam berasal dari bahasa Arab, tepatnya dari kata مُحَرَّمٌ (muḥarram), yang berarti “yang disucikan” atau “yang terlarang”.
Kata ini diturunkan dari akar kata حَرَّمَ (ḥarrama) yang artinya “melarang” atau “menyucikan”, dan akar lebih dasarnya حَرُمَ (ḥaruma), yang berarti “terlarang”.
Dalam konteks keagamaan, kata ini menunjukkan bahwa bulan Muharam adalah bulan yang dihormati, di mana umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak amal saleh dan menjauhi pertumpahan darah serta segala bentuk tindakan kekerasan. Oleh karena itu, nama bulan ini memiliki makna yang dalam dan sakral.
Kalender Hijriah dan Bulan Muharam
Kalender Hijriah merupakan sistem penanggalan Islam yang didasarkan pada siklus peredaran Bulan mengelilingi Bumi.
Berbeda dengan kalender Masehi yang berbasis peredaran Matahari, kalender Hijriah hanya memiliki 354 atau 355 hari dalam satu tahun, dengan setiap bulannya terdiri dari 29 atau 30 hari.
Bulan Muharam menjadi penanda awal dalam siklus kalender ini. Tanggal 1 Muharam menandai pergantian tahun baru Islam, sebuah momen yang sering dimanfaatkan umat Muslim untuk melakukan refleksi spiritual, berdoa, dan memperbaiki kualitas ibadah.
Adapun dua belas bulan dalam kalender Hijriah adalah sebagai berikut:
Muharam (مُحَرَّم)
Safar (صَفَر)
Rabi’ul Awal (رَبِيْع الْأَوَّل)
Rabi’ul Akhir (رَبِيْع الْآخِر)
Jumadil Awal (جُمَادَى الْأُولَى)
Jumadil Akhir (جُمَادَى الْآخِرَة)
Rajab (رَجَب)
Syaban (شَعْبَان)
Ramadhan (رَمَضَان)
Syawal (شَوَّال)
Zulkaidah (ذُو الْقَعْدَة)
Zulhijah (ذُو الْحِجَّة)
Gunakan “Muharam” Sesuai KBBI
Berdasarkan penjelasan dari KBBI V, serta pertimbangan etimologis dan linguistik, dapat disimpulkan bahwa bentuk penulisan yang benar dan baku dalam bahasa Indonesia adalah “Muharam”, bukan “Muharram”.
Meskipun bentuk “Muharram” mencerminkan transliterasi yang lebih dekat dengan ejaan Arab, dalam konteks penulisan bahasa Indonesia, hanya “Muharam” yang diakui sebagai standar.
Dengan mengetahui hal ini, masyarakat diharapkan lebih tepat dalam menggunakan istilah “Muharam”, baik dalam konteks penulisan resmi, pendidikan, maupun dalam kehidupan sehari-hari, terutama menjelang Tahun Baru Islam.
***