
Sebuah lembaga bimbingan belajar (bimbel) di Yogyakarta terlibat dalam praktik kecurangan selama pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (UTBK SNBT) 2025. Dugaan tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Tim Penanggung Jawab Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB), Prof. Eduart Wolok, dalam konferensi pers pada Selasa (29/4/2025).
“Ini ada 13 Pusat UTBK yang terjadi kecurangan, dengan peserta yang terlibat baru ditemukan 50 orang, joki 10 orang,” ujar Prof. Eduart.
Ia menyebut bahwa indikasi keterlibatan bimbel tersebut mulai terkuak setelah panitia melakukan pendalaman data di seluruh pusat UTBK. Meski tidak menyebut nama lembaga secara spesifik, pihaknya mengungkapkan bahwa pola kecurangan yang dilakukan cukup mencurigakan dan kompleks.
Salah satu modus yang diduga digunakan oleh bimbel di Yogyakarta, menurut Prof. Eduart, yakni dengan menyediakan jasa joki pengganti peserta ujian. Selain itu, ada pula kemungkinan bahwa pihak bimbel mengarahkan sebagian pesertanya untuk mengikuti UTBK dengan tujuan merekam atau mengingat soal sebagai bahan latihan bagi peserta lain yang akan mengikuti ujian di sesi-sesi akhir.
“Itu kan klaim bimbel selalu 100 persen lulus UTBK. Nah secara analisis, agak menjadi tanda tanya. Karena Tes Potensi Skolastik itu kan menguji sisi skolastik peserta dan tergantung dari si peserta itu sendiri. Bagaimana (bimbel) bisa menjamin 100 persen peserta lulus?” ujar Prof. Eduart.
Ia menambahkan, dugaan praktik manipulatif ini terindikasi dari adanya sekitar 4.000 nama peserta yang dianggap anomali, sebagian besar mengikuti ujian di sesi-sesi awal. Peserta-peserta ini diduga bertugas “memotret” atau mencatat pola soal yang kemudian dimanfaatkan oleh peserta lain di sesi selanjutnya.
“Sehingga peserta yang benar-benar sedang dibimbing itu didaftarkan untuk ujian di sesi-sesi akhir dengan harapan sudah bisa lebih dibekali dengan informasi yang sudah didapat oleh nama-nama yang anomali tadi di sesi awal,” jelasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa praktik semacam ini sulit diberantas jika masih ada permintaan dari konsumen.
“Proses ini melibatkan biaya tidak sedikit. Berarti melibatkan orangtua. Ini yang kami berharap betul, selama ada permintaan jasa maka modusnya berkembang dari waktu ke waktu,” kata Eduart.
Panitia SNPMB juga berencana memperluas investigasi terhadap keterlibatan bimbel tersebut, termasuk kemungkinan keterlibatan peserta curang dari tahun-tahun sebelumnya.
“Jangan sampai kita punya si A, ternyata kartu UTBK dia dengan dia yang sekarang di politeknik berbeda, ya bisa aja dia kita diskualifikasi,” tegas Eduart.
Saat ini, proses penyelidikan terhadap dugaan keterlibatan bimbel di Yogyakarta masih berlangsung dan melibatkan aparat penegak hukum.