
TUGUJOGJA — Kasus yang menimpa Mbah Tupon, seorang warga lanjut usia dari Padukuhan Ngentak, Kalurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Bantul, menyentuh hati banyak pihak.
Di balik senyapnya kehidupan desa, Mbah Tupon justru harus menghadapi kenyataan pahit: tanah yang selama ini ia kuasai diduga telah berpindah tangan melalui penipuan.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menyatakan bahwa pemerintah akan berjuang keras agar hak atas tanah milik Mbah Tupon bisa kembali.
Nusron menegaskan, kasus ini bukan termasuk dalam kategori mafia tanah, melainkan kasus penipuan dan pemalsuan dokumen biasa.
“Kalau ATR/BPN itu kan tujuannya melindungi masyarakat. Nah, Mbah Tupon ini korban penipuan tanah. Ngakunya tanah dipinjam, tapi malah disuruh tanda tangan, ternyata dijadikan AJB dan dijaminkan ke PNM,” ujar Nusron.
Pemerintah Proses Mediasi dan Pemblokiran Sertipikat
Langkah cepat telah diambil oleh Kementerian ATR/BPN. Sertipikat tanah atas nama Mbah Tupon langsung diblokir. Tidak hanya itu, kasus ini pun sudah dilaporkan ke pihak kepolisian dan kini memasuki tahap penyidikan.
“Habis diblokir, dilaporkan ke polisi, dan sekarang sedang disidik. Sekarang dia (terduga pelaku) mau atau enggak, kami tetap berusaha mediasi supaya tanah dan sertipikat bisa dikembalikan. Kalau sudah dikembalikan, baru laporan kepolisian kami urus,” jelas Nusron.
Nusron mengakui bahwa keberhasilan penyelesaian sangat tergantung pada kesediaan pihak korban, namun ia menegaskan bahwa pemerintah tidak akan tinggal diam. Kepala Kantor Wilayah BPN DIY bahkan telah ditugaskan langsung untuk melakukan mediasi.
“Intinya adalah sertipikat Mbah Tupon harus bisa dikembalikan. Dan yang diduga sebagai pelaku sekarang sudah tahap penyidikan. Mudah-mudahan dalam waktu singkat,” katanya.
Klarifikasi Isu Mafia Tanah
Terkait spekulasi publik bahwa kasus ini merupakan bagian dari praktik mafia tanah, Nusron menepis anggapan tersebut.
Ia menjelaskan bahwa mafia tanah biasanya melibatkan sindikasi, tanah skala besar, dan kerugian bernilai ratusan miliar hingga triliunan rupiah. Dalam kasus Mbah Tupon, semua unsur itu tidak terpenuhi.
“Saya belum menyimpulkan ini mafia tanah. Pertama, nilai ekonominya kecil. Mafia tanah itu ada sindikasi, ini enggak. Ini namanya pemalsuan biasa, penipuan biasa. Kejahatan. Tapi belum bisa dikategorikan mafia tanah,” ungkap Nusron.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa apabila ditemukan unsur rekayasa tanda tangan dan melibatkan oknum di BPN, pihaknya tidak akan ragu untuk menindak tegas.
“Ini pelakunya satu, korbannya juga baru satu, Mbah Tupon. Jadi ini kejahatan biasa. Kita tidak bisa pastikan proses itu penipuan atau tidak. Tapi kalau ada unsur rekayasa tanda tangan melibatkan BPN, pasti saya tindak,” tutupnya.
Kasus Mbah Tupon menjadi pengingat bahwa perlindungan hukum terhadap rakyat kecil, terutama dalam persoalan agraria, masih perlu diperkuat.
Di tengah upaya penyelesaian, harapan tetap menyala bahwa hak milik Mbah Tupon bisa segera kembali ke tangan yang semestinya.***