
TUGUJOGJA – Jumlah penumpang yang terus meningkat di Stasiun Lempuyangan memicu rencana transformasi besar oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daop 6 Yogyakarta.
Perombakan menyeluruh terhadap infrastruktur dan fungsi stasiun disiapkan untuk menghadapi proyeksi lonjakan volume penumpang dalam beberapa tahun ke depan.
KAI memproyeksikan bahwa pada 2025, jumlah penumpang di stasiun ini akan mencapai 10.013.543 orang, dan angka ini diperkirakan melonjak menjadi 14.250.722 penumpang pada 2029—naik hampir 42 persen dalam empat tahun.
Manager Humas KAI Daop 6 Yogyakarta, Feni, menyatakan bahwa Stasiun Lempuyangan akan menjadi simpul vital dalam sistem transportasi kawasan selatan Pulau Jawa. Kenaikan signifikan terlihat pada dua layanan utama:
- KA jarak jauh: dari 1,58 juta (2025) menjadi 2,45 juta (2029)
- KRL Yogyakarta–Palur: dari 8,42 juta (2025) menjadi 11,79 juta (2029)
“Stasiun Lempuyangan menghadapi tantangan besar sebagai simpul transit yang kini melayani dua tipe pengguna berbeda,” tutur Feni.
Menuju Pusat Integrasi Mobilitas Modern
Feni menjelaskan bahwa tantangan ke depan tidak hanya soal kuantitas penumpang, tapi juga karakteristik layanan yang berbeda. KA jarak jauh membutuhkan kenyamanan dan ruang tunggu luas, sementara pengguna KRL memerlukan akses cepat dan efisien.
“Penggabungan dua fungsi besar ini menuntut revolusi dalam kapasitas, desain tata ruang, dan manajemen sirkulasi penumpang,” ujarnya.
Untuk itu, KAI akan merancang Stasiun Lempuyangan sebagai lebih dari sekadar tempat naik-turun kereta. Stasiun ini akan menjadi pusat integrasi mobilitas, sosial, dan ekonomi kota.
KAI akan menggandeng pemerintah daerah, mitra transportasi, dan komunitas lokal agar proses transformasi berjalan inklusif dan berkelanjutan. Feni juga menekankan pentingnya stasiun sebagai wajah pelayanan KAI yang mencerminkan adaptasi terhadap perubahan zaman.
“Kami percaya bahwa stasiun adalah wajah utama pelayanan. Kami harus menata ulang simpul-simpul strategis seperti Lempuyangan agar mampu menghadapi dinamika mobilitas masa depan,” katanya.
Rencana perombakan ini menjadi langkah strategis yang tidak hanya bertumpu pada peningkatan fasilitas semata, tetapi juga menjawab kebutuhan ekosistem transportasi modern yang tangguh dan inklusif.
“Stasiun Lempuyangan tidak bisa lagi dianggap sebagai tempat kereta sekadar berhenti. Stasiun ini akan menjadi representasi Yogyakarta dalam layanan transportasi nasional yang tangguh, adaptif, dan inklusif,” pungkas Feni.
Dengan proyeksi pertumbuhan jumlah penumpang yang terus meningkat, KAI kini berada di titik krusial. Transformasi Stasiun Lempuyangan bukan sekadar rencana, tapi komitmen untuk masa depan transportasi publik yang lebih baik di wilayah selatan Jawa.