
TUGUJOGJA – Kisah pilu kembali menimpa seorang lansia akibat ulah mafia tanah yang lihai memanfaatkan celah hukum dan kelengahan warga.
Mbah Tupon Hadi Suwarno, warga Dusun Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, harus merelakan sertifikat tanahnya berpindah tangan secara licik. Total kerugian ditaksir mencapai Rp3,5 miliar.
Kasus ini terkuak setelah Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda DIY melakukan penyelidikan intensif dan menetapkan tujuh orang sebagai tersangka.
“Para tersangka ini saling berkoordinasi. Mereka menggunakan latar belakang beragam, mulai dari mantan pejabat kelurahan hingga jaringan calo yang memahami seluk-beluk sertifikasi tanah,” jelas Kombes Pol Idham Mahdi, Direktur Reskrimum Polda DIY.
Kronologi bermula pada tahun 2020 saat Mbah Tupon menjual sebagian tanahnya seluas 298 meter persegi kepada Suparsi melalui perantara BR, yang diketahui sebagai mantan lurah dan anggota DPRD Bantul. Harga disepakati Rp1 juta per meter persegi.
Tak hanya itu, Mbah Tupon juga mewakafkan tanah seluas 55 m² untuk gudang RT dan 101 m² untuk jalan umum. Ia lalu menyerahkan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 4993/Bangunjiwo kepada notaris dan PPAT Aris Munadi, S.H., M.Kn. yang kemudian memecah bidang tanah tersebut menjadi tiga sertifikat:
- SHM 24451: 1.765 m²
- SHM 24452: 292 m²
- SHM 24453: 55 m² (untuk gudang RT)
Penipuan Terselubung dan Tanda Tangan Menjerat
Pada akhir 2022 hingga awal 2023, BR kembali datang kepada Mbah Tupon dan meminta dua sertifikat (24451 dan 24452) dengan alasan ingin membantu proses balik nama dan pengurusan wakaf jalan. Karena merasa sudah percaya, Mbah Tupon pun menyerahkannya.
Puncak dari rangkaian kebohongan terjadi pada Januari 2024. Dua orang, Tk dan Ty, menemui Mbah Tupon dan istrinya, Amdiyah Wati.
Mereka membawa dokumen yang disebut akan digunakan untuk memecah sertifikat menjadi empat bagian atas nama Mbah Tupon dan anak-anaknya. Tanpa curiga dan tanpa membaca dokumen, pasangan lansia ini menandatanganinya.
Pada April 2024, BR membawa Mbah Tupon dan istrinya ke kawasan Janti, lalu ke Krapyak, Sewon. Di sebuah rumah yang menyerupai kantor, seseorang bernama VW kembali meminta tanda tangan, lagi-lagi tanpa penjelasan detail.
Kejutan pahit datang setahun kemudian, pada April 2025. Seseorang bernama Sihono memberi tahu bahwa SHM 24451 telah masuk proses lelang oleh Bank PT. PNM. Sedangkan SHM 24452 telah dijadikan jaminan utang oleh VW kepada Murtiyo.
Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa para pelaku telah mengalihkan kepemilikan sertifikat ke nama IF, dan menjadikannya jaminan utang. Polisi menduga ada instansi yang terlibat dalam memuluskan proses administrasi, namun belum cukup bukti untuk menetapkan keterlibatan mereka.
“Salah satu tersangka sempat tidak bisa diperiksa karena alasan kesehatan. Tapi kami akan tetap memeriksanya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,” tegas Kombes Pol Idham Mahdi.